Hubungi Kami : 0814 1350 4543

Milenial dan Remaja

“Beda Zaman Beda Aturan, Namun Rasa Toleran Tetap Mewarnai Segi Kehidupan

Kolom Corat-Coret, Jakarta-Milenial tertua lahir di th 80’an. Milenial dengan Remaja apakah sama? Tekanan setiap generasi itu berbeda-beda. Jangan di setarakan. Beda zaman beda aturan, namun sikap dan rasa toleran tetap mewarnai segi kehidupan. Kaum milenial di era sebelumnya, kini sudah mapan dan bijaksana dalam pemikiran serta memberikan pemaparan. Tapi, apakah sama antara Milenial dengan Remaja?. Kenakalan-kenakalan yang melekat di kalangan milenial dengan remaja apakah setara? Kenakalan adalah sesuatu yang lumrah. Namun rasanya kini terjadi pergeseran makna dari kenakalan. Dahulu, generasi milenial tahun 80’an nakalnya luar biasa, tapi luar biasa pula dalam mengukir prestasi. Sekarang? Yang katanya serba kekinian, apakah kenakalan kaum remaja juga kelak akan memproduksi kreasi, inovasi, berkreativitas tanpa batas dan sebagainya.

Menyaring informasi, juga berita yang ada di kanal-kanal sosial media mengenai kenakalan kaum milenial setelah tahun 80’an-90’an. Tentu berbeda dengan zaman kini?. Kenakalan  kaum remaja tidak lagi memiliki unsur tata krama dalam pergaulan. Pergaulan yang kebablasan, tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, namun lebih gemar memanfaatkan kenakalan untuk hal-hal yang merusak diri mereka sendiri, sejatinya begitu. Mereka cenderung bersikap Intoleran. Introvert yang salah kaprah. Peran orang tua, guru, dosen, atau ustadz dan sebutan lainnya, tentu mengajarkan kepada hal-hal yang bernilai budi pekerti. Tapi, ada unsur eksternal yang membuat seseorang yang tadinya berbudi luhur, dapat berubah sekejap saja hanya lantaran termakan isyu-isyu (hasad), yang mengabarkan kebenaran namun justru mengaburkan. Sehingga mempengaruhi setiap segi prilakunya. Dan ada perbandingan yang signifikan dari kaum milenial di era 80-90’an. Kenakalan merupakan bagian fase-fase dari kehidupan yang memang harus dilalui. Sebuah proses kedewasaan. Kalau di era milenial kini, malah sengaja “dinakal-nakalin” biar dicap keren (gaul). Lucu, dan menggemaskan namun menyedihkan. Tren yang tidak oke untuk diikuti. “Nakal kok’ dibuat-buat. Tidak alamiah.”

Kaum remaja justru bangga kalau berani melawan orang tua atau guru. Coba renungkan kembali idiom “anak nakal”, yang terlanjur populer di kalangan remaja dan justru Viral di sosial media. Tidak semua tontonan itu tuntunan. Sudah barang tentu, polemik ini adalah tugas bersama para orang tua dan guru. Bergerak bersama dalam mengontrol prilaku dan tindakan kaum remaja yang berlabel-kan Milenial. Baik di dunia nyata dan dunia maya. Maka disinilah, momentum dari Ilmu Agama itu berfungsi menjadi semacam ‘CCTV’,  mesin pemantau bagi para generasi muda milenial agar terdeteksi kenakalan-kenakalannya. Lagi-lagi, pondasi ilmu agama yang diajarkan sedini mungkin akan berperan penting di kemudian hari. “ta’adabbu tsuma ta’alamu”.

Wallahu A’lam.

Jakarta, Oktober 2019. AMR.

error: Content is protected !!